Ada beberapa mahasiswa STIS Hidayatullah selalu menyuarakan dan menuntut kebebasan sebagaimana mahasiswa yang kuliah di tempat lain. Kegiatan kerja bakti dikurangi, shalat jamaah tidak perlu dipresensi, kuliah juga tidak perlu diperketat, kegiatan di luar kampus diperbanyak. Pemakaian tehnologi HP dan laptop juga dibebaskan.
Sebenarnya, sebagai anak muda, tuntutan mahasiswa tersebut adalah sebuah kewajaran karena jiwanya yang penuh semangat dan potensi. Namun semangat dan potensi tersebut memerlukan saluran-saluran yang positif karena kecenderungan anak muda tidak berfikir efek-efek samping, yang penting senang dan puas. Apalagi kalau membandingkan dengan mahasiswa pada umumnya yang sangat kental kebebasan pemikiran dan gerakannya.
Namun ada satu kunci. STIS Hidayatullah bukan sekedar lembaga pendidikan tapi sarana pengkaderan yang dimiliki Ormas Hidayatullah.
URGENSI PENGKADERAN
Semua gerakan baik bersifat negara, agama, ormas yang memiliki ideologi maka bisa dipastikan mereka memiliki lembaga pengkaderan. Melalui pengkaderan, mereka bisa menjaga dan memperjuangan ideologinya dengan kepemimpinan yang dibangun. Semua negara, setiap tahun mencari putra-putri terbaik untuk dididik di lembaga pengkaderan militer atau sipil. Mereka disiapkan untuk menempati pos-pos penting atau menjadi pengurus elit masa depan di negera tersebut.
Kemudian, agama-agama yang memiliki misi dan ideologi maka bisa dipastikan memiliki basis pengkaderan untuk melakukan ekspansi dan menjaga esistensi agamanya. Bahkan menjadi doktrin keagamaan untuk menjadi kader-kader pilihan di masa depan. Keberlangsungan sebuah agama memerlukan kader-kader secara bergenerasi karena agama ini bukan untuk satu generasi.
Keberadaan lembaga pengkaderan selalu ketat dan elit. Ketat terkait dengan anturan dan target-targetnya. Itu sebuah tuntutan untuk mencetak kader yang benar-benar berkualitas dan bisa diandalkan untuk memegang kepemimpinan dan pos-pos penting di masa depan. Ketika pengkaderan ala kadarnya maka kader yang tercetak juga berkualitas ala kadarnya, ini awal dari malapetaka masa depan sebuah ideologi.
Lembaga pengkaderan selalu menempati elit dan perhatian serius dari sebuah perjalanan ideologi. Keseriusan dalam masalah SDM, sarana prasarana, kurikulum dan pendanaan untuk mencetak kader-kader yang berkualitas. Tidak semua orang menjadi kader, pasti ada proses seleksi awal dan seleksi dalam prosesnya. Tidak banyak yang bisa menjadi kader karena prosesnya yang berat dan amanah yang akan diembannya juga berat.
Keberlangsungan semua ideologi sangat ditentukan keberadaan kader yang dipersiapkan. Kader bukan sekedar anggota biasa. Sebab ketiganya terkadang cenderung hipokrit dan oportunis. Di lain pihak terkadang memberikan kontribusi dalam perjalanan ideologi tapi tidak bisa diharap banyak untuk memperjuangan ideologi tersebut. Mereka biasanya akan ramai-ramai mengatakan anggota ketika kondisi aman dan membanggakan, namun ketika ada ancaman maka berusaha menarik diri dengan tidak lagi menjadi donatur, tidak mengikuti pengajian dan tidak berlangganan lagi dengan produknya.
Status anggota mestinya harus direkrut menjadi kader yang siap pasang badan dalam kondisi apapun juga untuk membela ideologinya. Siap ditugaskan di mana, kapan saja dan menjadi apa saja dalam mengemban amanah ideologinya. Tanpa ada kader yang militan maka perjalanan ideologi akan tergerus oleh zaman dan kepemimpinan akan mengalami stagnan.
TUNTUTAN KEIMANAN
Menjadi kader adalah tuntutan keimanan. Sebagai orang yang beriman kepada Allah maka harusnya menjadi idealisme untuk mengantar dirinya menjadi kader pembela risalah Allah. Keimanan menuntut adanya bukti nyata di lapangan terhadap aplikasi iman. Suara yang paling indah bagi seorang kader adalah tugas mengemban risalah keimanan.
Kuliah di STIS Hidayatullah dengan di tempat lain mungkin sama mata kuliahnya, gelarnya dan mungkin mereka lebih cerdas dan menguasai dalam bidangnya. Namun pertanyaan mendasar adalah mengapa ribuan sarjana alumni perguruan tinggi Islam setiap tahun dan ribuan alumni dari pondok pesantren, koq tidak mengetarkan musuh-musuh ideologi Islam dan tidak terlalu berpengaruh terhadap perjalalan risalah, dakwah dan tarbiyah di masyarakat Islam. Bahkan ada lembaga keuangan dunia yang berafiliasai ke Yahudi memberikan bantuan bea siswa, gedung, buku untuk perguruan tinggi Islam, pondok pesantren dan masjid-masjid.
Namun di lain pihak mereka sangat memusuhi perguruan tinggi Islam, pondok pesantren dan masjid-masjid tertentu. Jawabannya, karena ada yang memiliki idealisme dan ada yang tidak ada idealisme. Setinggi apapun ilmu dari seorang sarjana Islam dan berapun kitab yang telah dikuasai dari pondok pesantren tapi ketika ilmunya tersebut hanya untuk dirinya dan keluarganya bukan untuk menjayakan Islam ini maka itu sangat kecil idealisnya dan tidak akan terlau memberikan pengaruh bagi masyarakat luas. Dan tentu yang seperti ini tidak membahayakan musuh-musuh ideologi Islam. Berbeda kader-kader muslim yang dengan ilmu yang terbatas tapi memiliki idealisme yang tinggi untuk menjayakan risalah Allah maka ini akan memberikan dampak yang luar biasa dan membahayakan pihak-pihak yang menyatakan sebagai musuh ideologinya.
Keimanan yang benar akan melahirkan kader-kader ideologi yang militan dan komitmen terhadap risalah keimanan. Hidup ini tidak akan banyak berarti ketika hanya untuk diri dan keluarganya saja tapi harus rahmatallil alamin dan kafata linnas. Keimanan ini harus terus bergerak dan melahirkan kebaikan bagi semua orang.


Baca juga yang ini :

- ujian
- KELELAHAN INTELEKTUAL
- DUA PEKAN LAGI
- PERSIAPAN
- ARTI PENTING SELEKSI


Komentar


Beri Komentar
Nama :
Website :
    Ex: www.stishidayatullah.ac.id (tanpa http://)
Komentar :
   
    (Masukan 6 digit kode diatas)
   
Cari





Copyright © 2010 by STIS Hidayatullah Balikpapan. Desain by Imran Kali Jaka All Rights Reserved.
e-mail : [email protected] | [email protected]