MENANAMKAN IDEALISME
Idealisme tidak tumbuh dengan sendirinya. Dia tidak sekedar cita-cita pribadi tapi pengusung visi besar ke depan untuk tujuan kebaikan masyarakat. Dia tumbuh bukan karena doktrin, tidak juga karena pemaksaan kehendak dan hal-hal yang sifatnya emosional. Idealisme menjadi prasyarat utama dari seorang kader untuk memiliki dan memperjuangkannya.
Idealisme adalah sebuah ghiroh yang tertancap dalam dada yang terekspresi dalam bentuk pemikiran, sikap dan perbuatannya. Berfikirnya jauh ke depan, pandangannya luas dan pemahaman yang mendalam. Bisa memaknai hal-hal yang terjadi dengan sudut pandang yang berbeda dengan orang-orang pragmatis.
Sebagai umat Islam yang hidup di akhir zaman, idealisme adalah sesuatu yang langka dan mahal. Untuk sekedar memahamkan saja sebuah idealisme bukan pekerjaan mudah apalagi untuk menanamkan dan apalagi untuk mewujudkan idealisme tersebut. Saat ini umat Islam dinina bobokan dengan kondisi yang ada sehingga seolah-seolah tidak ada lagi yang harus diraih dan diperjuangkan dalm kehidupan beragamanya. Perasaan sudah cukup dengan ibadah yang dilakukan, berbagai fasilitas agama seperti masjid, madrasah, pesantren juga sudah dianggap memadai, dan kenyamanan-kenyamanan yang lain.
Pejuang idalisme Islam selalu berhadapan dengan orang-orang yang ada di zona aman atau yang cenderung pro status quo saat mencoba memahamkan. Orang idealisme dianggap mengada-ada, aneh-aneh, kurang kerjaan dan anti kemapanan. Namun itulah jalannya orang pengusung idealisme selalu tidak mudah dan jika cepat mundur maka idealisme belum terlalu kuat dalam dirinya, sebab halangan dan tantangan adalah harga yang harus dijawab oleh seorang idealisme.
Kemudian menanamkan idealisme sebagai tahapan kedua, juga lebih berat lagi. Idealisme bukan produk instan ari sebuah doktrin atau hipnotis tapi harus melalui kesadaran penuh dengan pikiran yang jernih juga. Kalau hanya meledak-ledak sesaat lalu layu diterpa oleh angin kesulitan sedikit saja maka masih amatiran dan idealis kelas karbitan. Penanaman idealisme memerlukan proses waktu yang panjang, lingkungan yang memadai, mujahadah spritual yang tinggi dari pemimpinnya.
Kesabaran dari proses melahirkan orang-orang idealisme adalah keharusan. Proses uji coba dan latihan selalu harus dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketahanan dari orang idealisme. Bukan hanya pembuktian dengan kata-kata atau retorika tapi tindakan dan ketahanan di lapangan yang harus dibuktikan dengan menghadapi benturan di lapangan.
Idealisme terkadang tidak selaras dengan pengetahuan yang dimilikinya. Artinya bukan jaminan keilmuan dan pendidikan yang tinggi maka dia otomatis memiliki idealisme yang tinggi. Salah satu buktinya adalah banyaknya cendikiawan, pemikir, ilmuwan yang lahir dari peguruan tinggi Islam dan pesantren tapi sebagian dari mereka tidak ada atau belum menunjukkan kepedulian dan cita-cita besarnya dalam meretas problematika keumatan. Berfikirnya terkadang sangat praqmatis, setelah lulus sibuk dengan ijazahnya untuk mencari pekerjaan-pekerjaan yang menguntungkan bagi pribadinya saja. Ambisi pribadinya yang lebih menonjol dan ironisnya sifatnya duniawi
Namun seorang idalisme harus memiliki ilmu pengetahuan yang memadai. Sebab mereka tidak akan mampu merealisasikan idealismenya jika tidak memiliki ilmu. Inilah perbedaan yang mendasar antara seorang idealisme dan ilmuwan murni. Walaupun, mesti ada yang salah dari ilmu yang tidak melahirkan idealisme ketuhanan karena semua ilmu adalah hakekatnya dari Allah swt.

 




Baca juga yang ini :

- ALAT UJI KOMITMEN
- KOMITMEN JAMAAH
- NILAI DASAR STIS HIDAYATULLAH
- MINIMALIS DAN MAKSIMALIS
- PERJALANAN ILMU DAN IMAN


Komentar
kata mutiara ku
04 September 2012 - 12:31:37 WIB

sangat memberikan inspirasi


Beri Komentar
Nama :
Website :
    Ex: www.stishidayatullah.ac.id (tanpa http://)
Komentar :
   
    (Masukan 6 digit kode diatas)
   
Cari





Copyright © 2010 by STIS Hidayatullah Balikpapan. Desain by Imran Kali Jaka All Rights Reserved.
e-mail : [email protected] | [email protected]