Kata Tadarrus dan Tadarus
Selama mengikuti Daurah Metode Pengajaran Bahasa Arab di Ummul Qura, Makkah, alhamdulillah ana mendapat begitu banyak pelajaran dan pengalaman. Baik selama belajar di kelas ataupun dalam berbagai ziyarah tsaqafiyah ke beberapa tempat. Termasuk hari Senin lalu (2 Juli) ketika Syaikh Muhammad bin Hammad al-Qurasyi, seorang Doktor Bahasa Ummul Qura memaparkan materi Anashir Lughah wa Mufradatuha (Unsur Bahasa dan Kosakatanya).
Waktu itu ada seorang peserta daurah dari Indonesia (utusan Universitas al-Azhar Indonesia, Jakarta) bertanya tentang suatu permasalahan yang di dalamnya menyebut kata "tadarrus" al-Qur'an. Rupanya Syaikh justru tidak mengerti dengan kata itu, kecuali setelah si penanya mengulang lagi pertanyaannya.
Dari sini, cerita itu bermula. Sebab ternyata Syaikh yang masih keturunan Suku Qurasiy ini -sebagaimana pengakuannya- sama sekali tidak pernah mendengar kata "tadarrus" itu. Ia bahkan berani menyebut, jika tak seorang pun orang Arab yang mengerti kalau ada yang menyebut kata tersebut. Menurutnya, kata yang benar adalah "tadarus" (baca: tadaarus). Ia berasal dari kata kerja "darasa-yudarisu" (baca: daarasa-yudaarisu), yang bermakna saling membacakan atau saling mempelajari (al-Qur'an). Yaitu adanya partisipasi aktif (membaca atau mempelajari) dari dua arah (dua orang atau lebih). Hal ini berdasarkan kisah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (Saw) yang senantiasa membaca al-Qur'an dengan bimbingan malaikat Jibril yang mendampinginya.
Dalil penguat lainnya adalah hadits Nabi Saw, "Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu masjid dari rumah-rumah Allah, mereka membaca al-Qur'an dan saling mempelajarinya di antara mereka kecuali..." Dalam hadits di atas Nabi bersabda dengan menggunakan kata "yatadarasuna" yang berarti saling mempelajari.
Meskipun secara wazniy (timbangan bahasa), kata "tadarrus" tetap memiliki timbangan sebagaimana kata-kata bahasa Arab lainnya. Ia berasal dari "tadarrasa-yatadarrasu-tadarrus". Timbangan serupa bisa kita dapatkan pada kata "ta'allama-yata'allamu-ta'allum" yang bermakna belajar.
Namun dalam kaidah bahasa Arab, jika terjadi perbedaan pada keabsahan suatu kata dalam bahasa Arab. Antara mengembalikan asal kata ke "sama'iy" (apa yang didengar dan diucap oleh orang Arab sebagai pemilik bahasa) atau ke "wazniy" (timbangan bahasa), maka yang afdhal adalah mengembalikannya kepada apa yang didengar dan diucap oleh orang Arab itu sendiri. Wallahu a'lamu
***
Silakan para ustadz menanggapinya. Semoga bermanfaat
Masykur
Distrik Aziziyah Utara, Makkah, 04 Juli 2012 pukul 23.15
Baca juga yang ini :
- kata Luth dan Liwath
- KERJA BAKTI SEBAGAI MATA KULIAH
- PENGECORAN AKBAR DI HIDAYATULLAH
- MENANAMKAN IDEALISME
- ALAT UJI KOMITMEN
