KEKHAWATIRAN ORANG TUA DARI ANAK PEREMPUAN
Suatu ketika ada seorang bapak menangis di hadapan penulis, dia ingin sekali putrinya bisa belajar di pesantren tapi ternyata sang anak tidak betah dengan alasan tidak jelas. Penulis penasaran, kenapa harus menangis padahal dia seorang ayah yang gagah berwibawa dan memiliki kekuasaan.
"Saya menangis karena ini kenapa dia tidak mau dan saya sangat khawatir dengan kondisi masyarakat yang bebas. Setiap kali bepergian, saya bertemu dengan muda-mudi yang pacaran, berpelukan dan spontan langsung ingat putri saya, ada rasa khawatir dan ngeri membayangkan."
Sebuah kekhawatiran yang wajar dari orang tua. Zaman akhir ini sangat berat memiliki anak perempuan, lebih mudah memelihara kuda 10 dari pada satu anak gadis. Ada juga yang mengatakan, anak gadis itu ibarat gentong (tempat air dari tanah) yang jika berhati-hati menjaganya dan jika sampai pecah akan menjadi cacat seumur hidup yang tidak mungkin dihapus dari memori hidupnya.
Kemudian bertambah khawatir dengan banyaknya kasus aborsi yang terjadi karena kehamilan yang tidak dikehendaki. Bahkan ada seorang dokter kandungan kebingungan untuk selalu menolak permintaan pasien-pasien yang ingin menggugurkan kandungannya karena hampir setiap hari selalu ada yang datang. Penjelasan tentang hukum dan akibat sudah diberikan tapi mereka tetap ngotot untuk membunuh janin yang dikandungnya.
Selanjutnya seorang penghulu juga dibuat terheran-heran, karena 75% lebih pasangan yang hendak dinikahkan sudah hamil duluan. Meskipun bervariasi usia kehamilannya, tragisnya lagi laki-laki yang hendak menikahi bukan yang menghamili tapi karena hendak menjadi pahlawan nama baik dari keluarga perempuan. Ini singkron dengan data angka hamil di luar nikah yang juga meningkat tajam. Sebuah fenomena yang mengkhawatiran bagi orang tua yang menginginkan anak perempuannya terjaga kesuciannya.
Sehingga pendidikan boarding ala pesantren menjadi alternatif dari masyarakat untuk mensekolahkan putri-putrinya. Ada beberapa sebab, pertama ketidakpercayaan terhadap lingkungan masyarakat yang sudah rendah sistem kontrol sosialnya. Masyarakat, sebagian besar sudah rendah kepeduliannya untuk menegur ataupun melarang anak-anak yang melakukan sebuah pelanggaran norma (pacaran, mesum). Entah faktor pergeseran budaya atau kesibukannya yang tidak mau ikut campur urusan orang lain. Sebab zaman dulu, anak gadis sangat terjaga karena orang tua dan masyarakat turut menjaga dengan mengawasi dan mengontrolnya secara bersama-sama.
Kedua, ketidakmampuan orang tua untuk senantiasa mendampingi putri-putrinya di luar waktu sekolah. Artinya ketika di sekolah sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan tapi sebelum dan sesudah sekolah yang tidak ada pengawasan dan cenderung bebas. Apalagi bapak ibunya sebagai pekerja yang pagi-pagi pergi dan petang hari baru pulang, nyaris interaksi dan komunikasi dengan putrinya sangat terbatas. Apalagi untuk membimbing dan mengawasinya.
Pendidikan asrama atau boarding itupun tidak semuanya kondusif. Jika longgar aturan dan sistemnya juga menjadi kenakalan peserta didik semakin menjadi-jadi. Sehingga harus ada komitmen bersama antara orang tua, anak dan pengelola sekolah berasrama tentang ketaatannya mengikuti seluruh program dan aturan yang ada di asrama.
Orang tua dari anak gadis akan merasa nyaman dengan adanya jaminan ketegasan dari pendidikan berasrama. Tanpa ketegasan dan kontrol yang ketat maka tidak banyak berarti untuk membentuk kepribadian dan karakter seorang gadis. Pendidikan asrama adalah penawar dari kekhawatiran orang-orang tua gadis zaman modern. Wallahu a'lam bish shawwab.
Baca juga yang ini :
- PAHAMI ORANG LAIN DAN JANGAN MINTA DIPAHAMI ORANG LAIN
- KEMATIAN SANTRI SENIOR LAGI
- KEBEBASAN
- PENCERAHAN PEMIMPIN
- PEMIMPIN HARUS CEREWET
