KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM

Fenomena kemenangan Jokowi dan Ahok dalam pemilihan gubernur DKI dengan mengalahkan Foke dan Nara menarik untuk disimak, meskipun belum ada pengumuman resmi dari KPUD. Banyak pengamat dan pemerhati politik tingkat pakar dan akar rumput yang berkomentar sesuai dengan sudut pandangnya.

Ada yang menganggap partai politik sudah tidak bisa menjadi mesin penggerak massa karena Foke yang diusung partai-partai besar dengan jumlah pendukung yang banyak ternyata tidak signifikan dalam pilgub saat ini. Tentu di sini, mesin politik dengan money, intimidasi dan isu sara yang menjadi senjata pamungkas menjadi tumpul.

Kemudian ada juga yang berpandangan sederhana bahwa masyarakat sudah jutek dengan kompleksitas permasalahan yang ada di Jakarta. Karena sudah beberapa kali ganti gubernur, tapi tidak ada perubahan dan peningkatan pembangunan, terutama untuk kalangan masyarakat bawah. Keperpihakan pemerintah daerah masih untuk bos-bos penyumbang pajak besar.

Selanjutnya figur pemimpin yang egaliter dan merakyat menjadi kerindungan masyarakat. Pemimpin yang tidak sibuk dengan wibawa dan pengawalnya serta aturan protokolernya. Pemimpin yang bisa disapa, dilihat, bersalaman dan berdialog untuk mendengar keluh kesah warga, bukan pemimpin yang hanya bisa ditemukan gambarnya di media dan marah jika diminta janjinya.

Meskipun demikian, kepemimpinan dalam kaca mata Islam bukan hanya dukungan masyarakat yang diperlukan tapi visi misi yang berdimensi ukhrowi atau menembus alam akherat. Pemimpin dalam Islam tidak sekedar mensejahterakan secara materiil tapi juga harus mampu mengarahkan kepada keselamatan dunia akherat.

Kepemimpinan dalam Islam bukan dipilih oleh masyarakat luas yang subyektif dalam kreteria pemilihannya berdasarkan kepentingan dan keinginannya. Sementara dalam Islam harus ada musyawarah dan istikharah dari orang-orang yang diberi amanah untuk menjadi wakil umat Islam dalam memilih pemimpinnya.

Sosok Jokowi adalah figur yang akan terpilih menjadi gubernur DKI dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Kelebihannya adalah menampilkan citra pribadi yang sederhana dan merakyat, janjinya sudah pernah dibuktikan dalam kepemimpinannya menajdi walikota Solo artinya bukan omong kosong. Ini pemimpin yang mungkin ideal untuk ukuran demokrasi ala Indonesia.

Ada satu kekurangan mendasar yaitu religiusitas dari Jokowi yang tidak nampak secara terang. Inilah yang membedakan kepemimpinan dalam Islam yang mencakup urusan dunia dan akherat. Sebab kepemimpinan dalam Islam adalah dalam rangka untuk menjamin pelaksanaan keseimbangan antara urusan dunia dan akherat.

Pemimpin memiliki peran penting dalam masyarakat untuk mensejahterakan lahir dan batin, tanpa memerhatikan kebutuhan ruhani masyarakat maka pembangunan yang akan diprogramkan pasti akan berefek pada ketidakseimbangan jiwa-jiwa masyarakat. Inilah beratnya menjadi pemimpin dalam Islam, pertanggungjawabannya bukan hanya di hadapan masyarakat dan di dunia saja tapi di hadapan Illahi yang tidak lagi menerima pembelaan dari siapapun dan tanpa bisa mengelak bukti-bukti nyata yang terekam bukan oleh KPK tapi malaikat Raqif dan Atit. Kedua mahluk Allah yang terjamin tidak pernah bohong dan terbebas dari unsur KKN. Wallahu a'lam bish shawwab

 




Baca juga yang ini :

- KESADARAN SHALAT LAIL
- "KAKACAUAN" HASIL IBADAH
- KEKHAWATIRAN ORANG TUA DARI ANAK PEREMPUAN
- PAHAMI ORANG LAIN DAN JANGAN MINTA DIPAHAMI ORANG LAIN
- KEMATIAN SANTRI SENIOR LAGI


Komentar

Beri Komentar
Nama :
Website :
    Ex: www.stishidayatullah.ac.id (tanpa http://)
Komentar :
   
    (Masukan 6 digit kode diatas)
   
Cari





Copyright © 2010 by STIS Hidayatullah Balikpapan. Desain by Imran Kali Jaka All Rights Reserved.
e-mail : [email protected] | [email protected]