DUNIAWI BUKAN AKHIR DAKWAH ISLAM
Jika kita mempelajari dan mengingat sejarah para pejuang Islam dari para nabi dan sahabat maka akhir kehidupannya di dunia bukanlah kemewahan atau kenikmatan. Secara duniawi, mungkin bisa dikatakan tragis jalan kematiannya karena penuh dengan pengorbanan.
Kisah kematian Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib yang jelas-jelas sebagai sahabat dekat Rasulullah dan dijamin masuk surga, kematian semua diujung pedang. Mereka syahid dalam menjalankan amanah kekhalifahan.
Sebenarnya bisa saja mereka hidup enak dengan berbagai fasilitas sebagai seorang pemimpin saat itu. Tapi itu semua tidak dilakukan, padahal peluang sangat besar untuk bisa mengambil kebijakan dengan kunci baitul mal saat itu. Rasulullah sendiri mencontohkan di akhir hayatnya tidak ada yang diwariskan untuk anak keturunannya.
Salah satu yang menjadi sebab prinsip adalah tujuan dakwah Islam bukan harta kekayaan. Mereka bukan bertujuan untuk mendapatkan kemapanan ekonomi, justru harta yang mereka miliki yang diberikan untuk mendukung dakwah Islam.
Sehingga ukuran keberhasilan sebuah dakwah Islam bukan pada hasil yang telah mereka dapatkan (peningkatan ekonomi). Namun yang menjadi ukuran adalah, sebesar maka pengorbanan yang telah mereka berikan untuk perjuangan Islam.
Inilah yang mungkin menjadi perbedaan dengan umat Islam generasi akhir ini. Banyak organisasi atau jamaah yang mengatasnamakan lembaga dakwah Islam tapi kenyataannya mencari kehidupan di lembaga Islam. Mereka bukan berlomba-lomba untuk berkurban demi kejayaan lembaga Islam tapi malah bagaimana memanfaatkan lembaga Islam untuk kepentingan pribadinya.
Maka tidak heran, sering kali yang terjadi di umat Islam adalah perpecahan demi perpecahan lembaga yang mengatasnamakandakwah Islam. Tragisnya sumber perpecahan adalah jabatan dan pendapatan yang berbeda-beda menjadi pangkal perebutan.
Kemudian ada akibat dari niat yang salah tersebut menyebabkan futur atau tidak semangat dan berhenti berdakwah. Ada istilahnya "capek menderita" tentu yang dimaksud menderita di sini adalah kemiskinan dan ketidakjelasan pemasukan. Sehingga yang terjadi banting setir untuk tidak menarik diri dari dakwah Islam dengan tidak mau terlibat lagi di dunia dakwah dan tarbiyah api lebih konsentrasi di bidang bisnis yang menggiurkan.
Ada semacam ketakutan atau kekhawatiran tentang nasib masa depan atau hari tuanya nanti. Apalagi berdalih dengan hadist bahwa kita tidak boleh meninggalkan generasi keturunan yang lemah. Maka dengan ijtihadnya memilih untuk mencari jalan masa depan yang lebih cerah dibandingkan untuk istiqomah di jalan dakwah Islam. Atau mencari pekerjaan-pekerjaan yang bisa menjamin nasibnya di masa depan.
Inilah yang harus menjadi catatan serius untuk para generasi pelanjut dakwah Islam. Bahwa pencapaian dunia bukanlah tujuan akhir dari dakwah Islam. Justru Rasulullah mengkhawatirkan umatnya yang dipermudah untuk mendapatkan dunia karena itu akan melalaikan dari jalan dakwah dan menumbuhkan penyakit wahn 9takut mati dan cinta dunia). maka sangat patut kita belajar dan menghayati sejarah para nabi dan pemegang risalah Islam yang telah berhasil istiqomah dalam perjalanannya di medan dakwah Islam dengan tidak tergiur untuk berlomba dalam pencapaian dunia. wallahu a'lam bish shawwab.
Baca juga yang ini :
- MENJADI BESI BERANI
- MOMENTUM KEBANGKITAN UMAT
- ADA JUGA KADER EKONOMIS
- PERANG IDEOLOGI
- PERNIKAHAN IDEOLOGIS
