BOARDING SCHOOL SOLUSI MERETAS MORALITAS

Era globalisasi memberikan dampak positif sekaligus negatif bagi dunia pendidikan. Salah satu dampak negatif dari arus globalisasi adalah terkikisnya nilai-nilai moral bangsa karena pengaruh budaya asing yang kadang kurang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
Tehnologi yang menjadi bawaan globalisasi juga bermata dua. Satu sisi adalah konskwensi sebuah kemajuan yang harus ada tapi di lain pihak menjadikan generasi muda terlena dan tergerus moralitasnya. Hampir 99% faktor penyebab dan perantara dari tindakan asusila yang terjadi saat ini adalah tehnologi, terutama HP dan internet.
Kasus-kasus vedio porno, aborsi, pergaulan bebas yang lagi semarak akhir-akhir ini adalah salah satu bukti kongkrit terhadap krisis moralitas. Berita yang termuat di media adalah ibarat gunung es artinya lebih banyak kasus yang tidak terekspos oleh pemburu berita.
Kemudian yang tragis, kurbannya dan pelakunya adalah anak-anak sekolah. Artinya mereka yang sedang belajar dan dididik oleh lembaga pendidikan dan memiliki orang tua. Bukan anak jalanan yang tidak mengenal baca tulis, bukan juga anak terlantar yang miskin, tidak memiliki bapak, ibu, keluarga dan rumah.
Bagaimana peran sekolah dan orang tua dalam membentuk moralitasnya? Pertanyaan ini bukan untuk mencari yang salah atau mencari kambing hitam. Karena semua pasti tidak mau menjadi yang tertuduh terhadap permasalahan rendahnya moralitas anak didik. Kemudian semua dari sekolah dengan guru-gurunya dan keluarga juga tentu mengharapkan kebaikan atas prilaku anak-anaknya dengan segala usaha yang telah mereka lakukan.
Bangsa Indonesia selama ini dikenal dengan budaya ketimuran yang terbingkai dengan nilai-nilai religius. Inilah yang menjadi benteng moralitas untuk meredam pengaruh-pengaruh budaya eksternal yang mengancam. Orang tua dengan pengawasan yang ketat, guru-guru yang dikenal galak, kontrol sosial masyarakat yang kuat adalah pagar yang mengitari lingkungan pembentukan moralitas anak-anak
30 tahun yang lalu, masih bisa dibedakan orang kota dan orang desa dengan gaya pakaian dan tingkah lakunya. Tapi sekarang, tidak ada bedanya orang kota dan orang kampung bahkan orang kampung bisa lebih norak pakaian dan seronok sikapnya. Ini karena adanya tehnologi TV dan media informasi yang menembus seluruh pelosok bumi dan menjadi pegangan hidup baru.
Budaya pacaran, ganti pasangan, perselingkuhan dulu adalah untuk komunitas selebritis di kota metropolitan dan menjadi aib. Tapi sekarang anak-anak ingusan di pinggir sungai Mahakam dan ABG-ABG di kampung-kampung terpencil bukan pemandangan yang asing bahkan menjadi trend yang diperlu sembunyi-sembunyi ketika harus berpelukan dan berbuat seronok.
Oleh karena itu untuk saat ini pembentukan moralitas anak didik harus dikembangkan dengan berbagai pola. Moralitas anak dapat dibentuk melalui tindakan atau perlakuan tertentu baik dibangku sekolah maupun di rumah. Melalui kebiasaan hidup sehari-hari dilingkungan keluarga yang mengacu pada pembentukan moralitas, diharapkan dapat meningkatkan sikap dan kepribadian.

Namun perkembangan zaman dengan globalisasi dan kecanggihan tehnologi merubah lingkungan masyarakat menjadi lemah kontrol sosialnya. Sehingga sekolah dan rumah juga terjadi pelemahan dalam pengkondisian dan pembentukan morlaitas. Seringkali yang terjadi banyak anak terlihat manis saat di sekolah dan menjadi anak mama di rumah, tapi ternyata menyimpan masalah dengan terlibat narkoba, hamil di luar nikah.

Pengawasan waktu di luar sekolah dan di luar rumah yang menjadi celah bagi anak untuk berbuat di luar kontrol. Orang tua dan guru kebanyakan tidak tahu di mana, apa kegiatan dan bagaimana anaknya di luar sekolah dan di luar rumah. Guru sudah berlepas tangan, sementara orang tua sudah terlanjur mempercayakan semua aspek pendidikan anaknya kepada sekolah.

Ditambah dengan kemungkinan pendidikan moral yang bersifat aplikatif bukan sekedar pengetahuan saja atau ada dikotomi antara ilmu dan moral. Mereka lebih asyik mengurusi validasi, sertifikasi dan insentif guru yang akan cair. Sebagian guru juga hanya menjadi pendidik di kelas, adapun kehidupan di luar kelas sudah mau tahu, meskipun murid tersebut tetangganya sendiri.

Sekolah berasrama atau boarding school bisa menjadi salah satu solusi untuk meretas masalah moralitas anak didik. Kehidupan di asrama pendidikan serupa dengan kehidupan dalam lingkungan keluarga namun lebih terstruktur dan lingkungan masyarakat yang terkontrol. Di asrama ada bapak/ibu asrama, pengasuh, kakak tingkatan sebagai pengganti orang tua dan saudara.

Ada peraturan-peraturan secara tertulis maupun tidak tertulis dengan pengawasan 24 jam, dan seperangkat fasilitas yang menyerupai fasilitas dalam keluarga dan masyarakat seperti masjid, lapangan dan media-media aktualisasi yang lain. Karena merupakan lingkungan yang memyerupai lingkungan keluarga namun lebih formal, maka kehidupan di asrama sekolah dapat dikondisikan untuk membentuk sikap dan moralitas penghuninya, dalam hal ini adalah anak-anak didiknya. Bersambung insyaallah. Wallahu a'lam bish shawwab.




Baca juga yang ini :

- GENERASI DIGITAL
- GE NERASI DUNIA MAYA
- MENGABADIKAN DIRI DENGAN PENA
- MERETAS MORALITAS 4
- MERETAS MORALITAS 3


Komentar

Beri Komentar
Nama :
Website :
    Ex: www.stishidayatullah.ac.id (tanpa http://)
Komentar :
   
    (Masukan 6 digit kode diatas)
   
Cari





Copyright © 2010 by STIS Hidayatullah Balikpapan. Desain by Imran Kali Jaka All Rights Reserved.
e-mail : [email protected] | [email protected]