BERKURBAN BERMULA DARI HATI

Berkurban itu bukan masalah mampu dan tidak mampu secara materi atau kekayaan. Dalam realitanya banyak orang kaya dan mudah untuk sekedar membeli kambing atau sapi tapi ternyata mereka tidak mampu untuk menyembelih hewan kurban. Sebaliknya ada orang-orang yang setiap harinya tidak pernah makan daging sapi atau kambing karena saking miskinnya tapi di hari Idhul Adha ini mereka bisa menyerahkan seekor kambing.

Perintah berkurban memang bukan untuk orang kaya atau mampu tapi bagi orang-orang beriman. Keberimanan itu masalah keyakinan dalam hati. Mereka bisa saja beriman dan kaya atau beriman dan miskin tapi keimanannya yang mengantarkannya bisa berkurban dengan berbagai cara yang ditempuhnya.

Orang beriman yang benar-benar menyakini bahwa perintah Allah adalah kebenaran dan berujung kepada kebaikan maka tidak ada keraguan untuk melaksanakan sebuah perintah. Orang beriman berfikir cara untuk bisa melaksanakan perintah Allah bukan berfikir alasan untuk menghindari dari melaksanakan perintah Allah.

Keimanan selalu melahirkan jiwa-jiwa untuk rela berkurban. Sehingga pengorbanan apapun akan ditempuh dengan berbagai cara untuk bisa membuktikan keimanannya. Kisah tukang becak di Surabaya yang berkurban bisa diambil salah satu contohnya. Dia dengan pekerjaan jasa yang tidak jelas penghasilannya setiap hari, berusaha untuk menyisihkan sedikit dari penghasilannya yang sedikit untuk berkurban. Tiga ribu sampai lima ribu rutin disisihkan setiap hari sehingga satu bulan berhasil mengumpulkan uang 120 ribu dan dia serahkan kepada panitia Kurban di masjid dekat rumahnya. Sehingga dalam satu tahun, uangnya bisa terkumpul 1.300.000,- dan cukup untuk berkurban satu ekor kambing. Allahu Akbar!

Banyak kisah orang-orang yang secara kasat mata tidak bisa dia berkurban tapi keimanannya membuktikan bahwa dia bisa berkurban dengan caranya. Niat untuk berkurban itu terpatri di benak Yati (64) sejak lama. Pemulung yang tinggal di gubuk di kawasan Tebet, Jakarta, itu akhirnya bisa mewujudkan keinginannya. Pada Idul Adha kali ini, dia tidak lagi berebut dan dorong-mendorong demi mendapatkan 1 kilogram daging, tetapi justru memberikan dua ekor kambing sebagai kurban.

Kambing itu dikurbankan Yati di tengah segala keterbatasannya. Dia dan Maman, suaminya, sepakat menunda keinginan membeli rumah meskipun sadar bahwa tempat tinggal mereka berada di lokasi ilegal. Mereka juga rela tidak makan daging kurban pada Lebaran kali ini. Hewan kurban yang disalurkan lewat Masjid Raya Al Ittihaad, Tebet, dibagikan kepada yang membutuhkan, termasuk petugas pemerintahan dan aparat keamanan yang meminta daging kurban ke masjid itu.

"Sekarang saya sudah plong. Rasanya seperti naik ke surga," ujar Yati sambil tersenyum. Banyak orang simpati dan kagum atas kegigihannya berkurban tapi bukan itu yang dia cari tapi keterpanggilan iman dan diterima kurbannya oleh Allah adalah cita-citanya.

Sebaliknya, ada orang-orang yang bergembira dengan datangnya Idhul Adha karena bisa mendapatkan daging sapi dan kambing gratis. Padahal selama ini menu makannya sudah terbiasa dengan daging-daging. Apalagi dia sebagai salah satu panitia, ada kebanggaan bercerita kepada teman dan tetangga tentang kesuksesannya menyembelih hewan-hewan kurban tersebut dan banyaknya daging-daging yang dia dapatkan. Sementara dia sendiri tidak berkurban. Setiap tahun berulang seperti itu, bangga dengan apa yang dia dapatkan dari orang yang berkurban tapi tidak berusaha untuk memberi pengorbanan.
Hatinya masih terlalu kotor sehingga hartanya tidak bisa keluar untuk dikurbankan. Keimanannya di hati masih lemah sehingga keterpanggilannya untuk berkurban juga melemah. Pikirannya masih belum tercerahkan sehingga alasan-alasan kebutuhan mendesak selalu menghantui dirinya untuk mengeluarkan hartanya di jalan Allah.
Pengorbanan itu bermula dari hati-hati yang beriman dan tercerahkan oleh keyakinan. Keimanan melahirkan cara-cara yang kreatif dan tidak mengenal lelah untuk berkurban yang terbaik untuk Allah. Ada kesadaran tinggi bahwa hidup ini memang harus berkurban untuk Allah sebab sudah terlalu banyak nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. Sebenarnya, seandainya perintah berkurban itu harus 100 ekor kambing dan sapi maka yakin dengan hati yang beriman, maka orang-orang beriman pasti bisa melaksanakan. Apalagi hanya seekor kambing yang tidak sebanding dengan nikmat Allah dan kebesaran-Nya. Wallahu a'lam bish shawwab

 




Baca juga yang ini :

- SISI LAIN IDUL QURBAN
- NAMANYA SAJA BERKURBAN!
- BOARDING SCHOOL SOLUSI MERETAS MORALITAS 2
- BOARDING SCHOOL SOLUSI MERETAS MORALITAS
- GENERASI DIGITAL


Komentar



Beri Komentar
Nama :
Website :
    Ex: www.stishidayatullah.ac.id (tanpa http://)
Komentar :
   
    (Masukan 6 digit kode diatas)
   
Cari





Copyright © 2010 by STIS Hidayatullah Balikpapan. Desain by Imran Kali Jaka All Rights Reserved.
e-mail : [email protected] | [email protected]