PENDIDIKAN KARAKTER ALA IBRAHIM (1)
Ada satu pelajaran berharga dari sejarah Nabi Ibrahim dengan istri dan anaknya. Tatkala turun perintah kepada Ibrahim untuk menyembelih Ismael, nyaris tidak ada peran antagonis dalam diri keluarga Ibrahim. Semua sepakat dengan bulat untuk melaksanakan perintah tersebut. yang sibuk untuk menghalangi adalah syetan laknatullah.
Kesadaran dan kesamaan pemahaman dalam keluarga saat menyikapi perintah Allah adalah buah dari pendidikan yang berhasil di keluarga. Meskipun sempat maju mundur, setengah tidak percaya, Ibrahim pun menajamkan keyakinannya untuk mewujudkan perintah itu dan menyampaikan perintah Allah tersebut kepada putranya, Ismail As.
Jawaban Ismael kecil saat itu terekam dan diabadikan dalam al-Qur'an, sebuah jawaban yang di luar kewajaran dari pikiran anak kecil biasa, tapi inilah jawaban yang melegakan ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah.
"Wahai ayah, laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhan kepada ayah, Insya Allah ayah akan mendapati saya dalam keadaan sabar".(As-Shaffat;102)
Jawaban yang dilontarkan oleh seorang anak yang bernama Ismail ini seolah tidak masuk akal normal. Tapi ini wujud keberhasilan sebuah proses pendidikan tauhid di keluarganya. Keteguhan hati dan kepasrahan yang tinggi bagi Ismail disebabkan karena keberhasilan kedua orang tuanya menanamkan ketauhidan dalam jiwanya.
Ini bisa dibandingkan dengan keyakinan dan prilaku anak-anak sekarang. Jangankan diperintah untuk disembelih, disuruh berbuat sesuatu yang keuntungan untuk mereka sendiri saja, banyak orang tua yang kesulitan. Contohnya untuk belajar dengan baik, shalat yang tekun dan jaga akhlaq yang mulia, adalah contoh perintah yang tidak membutuhkan banyak pengorbanan dan hasilnya untuk mereka sendiri.
Hari ini banyak orang tua tidak berdaya menghadapi dan mengatur anak-anaknya. Nasehat dan perintahnya tidak didengar, sehingga kenakalan anak semakin hari semakin menjadi dan tidak terkendali. Banyak orang tua frustasi dengan anaknya padahal saat masih belum lahir sangat dinantikan kehadirannya, saat masih kecil membuat semuanya tertawa bahagia karena kelucuannya. Tapi setelah remaja makan hati dan membuat malu keluarga dengan prilakunya.
Keberhasilan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di dalam mendidik anaknya bukanlah pekerjaan ringan, yang bisa didapatkan secara kebetulan, dalam waktu yang singkat saja atau asal-asalan. Ada tiga pilar utama yang beliau lakukan dalam keluarga yaitu menjadi figur yang patut diteladani dengan memberikan contoh peragaan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya dalam segala hal dalam kehidupan sehari-hari. Kedua pencerahan dan pengarahan yang konsisten kepada keluarga. Ketiga adalah berdoa agar anak keturunannya sejak sebelum lahir hingga sudah dewasa.
Pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh para orang tua sekarang adalah sudahkah kita melakukan ketiga hal di atas yang dilakukan Ibrahim. Jika orang tua ingin mendapatkan anak-anak se-kwalitas Ismael maka kita harus se-kwalitas Ibrahim, paling tidak mengikuti jalan yang pernah beliau tempuh. Sehingga selalu menuntut anak menjadi baik tapi diri orang tua konsisten menjadi orang baik.
Sehingga selama ini, sudahkah kita menjadi contoh yang baik kepada anak-dalam kehidupan sehari-hari, terutama di rumah? Saat di rumah adalah tempat dan waktu privasi, terlihat semua aslinya karena tidak ada lagi kepura-puraan dan atribut-atribut yang membatasi. Bisa jadi seorang ayah sangat dihormati oleh banyak orang di tempat kerjanya karena profesionalitasnya mungkin. Tapi di rumah, terlihat kelemahan yang jarang shalat Subuh atau berkata-kata yang kasar dengan keluarga. Banyak orang berhasil di luar rumah tapi tidak berdaya di rumahnya.
Sudah kita memberikan menanamkan keyakinan yang baik kepada anak-anak kita? Mungkin kita merasa tidak mampu, tapi ada jalan lain dengan memilihkan sekolah dan guru yang bisa mengantar keyakinan yang benar. Kesibukan orang tua selalu menjadi alsan ketidaksempatan untuk bercengkrama dan mendidik putra-putrinya. Mereka merasa memberikan materi, uang saku dan fasilitas sudah cukup. Padahal itu hanya satu aspek pembantu saja, aspek yang pokok adalah pendidikan moral dan spritualnya.
Sudahkah kita mendoakan mereka setiap selesai shalat agar menjadi anak-anak yang shaleh? Doa ini sepele dan tidak dibatasi oleh sebuah ritual. Tapi statemen, ucapan, anggapan orang tua adalah bagian dari doa. Sehingga orang tua dituntut berhati-hati agar tidak mengatakan kejelekan putra-putrinya karena itu menjadi sebab kejelekannya.
Kenakalan remaja bermula dari kenakalan orang tua. Kenakalannya dalam bentuk tidak memberikan hak-hak anaknya untuk diberi teladan, pendidikan dan doa. Ketiga hal tersebut adalah hak anak dan sekaligus kewajiban orang tua. Sehingga jangan menuntut anak melaksanakan kewajibannya dengan baik, di saat yang sama orang tua tidak menunaikan kewajibannya dengan baik.
Sehingga mereka banyak meneladani artis dan orang-orang yang tidak jelas visi hidupnya. Bisa dari teman pergaulan dan tetangga karena kehilangan kepercayaan kepada orang tua. Mereka banyak dididik oleh televisi dan media yang tidak terkontrol. Sehingga nasehat orang tua hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Jiwanya gersang tanpa ada doa orang tua yang menyelimuti langkah-langkahnya. Wallahu a'lam bish shawwab.
Baca juga yang ini :
- BERKURBAN BERMULA DARI HATI
- SISI LAIN IDUL QURBAN
- NAMANYA SAJA BERKURBAN!
- BOARDING SCHOOL SOLUSI MERETAS MORALITAS 2
- BOARDING SCHOOL SOLUSI MERETAS MORALITAS