KEIMANAN YANG TERUJI
Keimanan adalah keyakinan yang telah mendarah daging dalam diri seseorang yang teraktualisasikan dalam ibadah dan akhlaq sehari-hari. Keyakinan yang mendarah daging artinya sudah menyatu dan tidak ada kata ragu untuk melangkah merealisasikan keimanan dan tidak ada ketakutan dengan segala tantangan.
Keimanan juga harus nampak dalam kehidupan sehari-hari dalam wujud ibadah dan akhlaq. Artinya keimanan itu bukan sekedar keyakinan di hati yang hanya dirinya sendiri yang tahu tapi harus bisa dipersaksikan oleh orang lain. Sungguh kebohongan bukan keyakinan, ketika mengaku beriman kepada Allah tapi tidak tekun beribadah kepada Allah. Tidak ada korelasinya dan mungkin keyakinannya yang tersesat atau salah.
Ibadah adalah wujud dimensi keimanan yang terkait hubungan dengan Allah. Akhlaq adalah perwujudan keimanan kepada Allah yang terkait dengan hubungan dengan sesama. Keimanan selalu membawa kedamaian kepada semua pihak atau rahmatal lil aa'lamin.
Orang beriman harus sejuk dan berbuat baik untuk orang lain sebagai penjiwaan dari dzat yang diimaninya yaitu Allah swt. Sebagaimana Rasulullah katakan, "Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain". Itulah akhlaq orang beriman yang tidak hanya mengejar manfaat atau keuntungan pribadi dan keluarga tapi berusaha dan berjuang untuk keuntungan dan kebaikan orang lain.
Tingginya derajat orang beriman maka untuk meraihnya juga membutuhkan usaha yang tinggi dan tantangannya juga sangat tinggi. Usaha meraih keimanan yang tinggi memerlukan tahapan-tahapan sebagaimana anak kecil yang memulai dari tengkurap, merangkap, berjalan dan berlari. Iman itu bukan sekedar pemberian tapi memerlukan usaha optimal untuk mendapatkannya. Media tarbiyah diri dengan terus belajar menuntut ilmu-ilmu yang menambah keyakinan, mencari teman dan lingkungan yang kondusif untuk tumbuhnya keimanan dan latihan-latihan ibadah dengan bermujahadah.
Tantangan orang beriman juga tidak mudah. Allah sendiri menyatakan tidak membiarkan orang yang mengaku beriman melenggang kangkung dengan tanpa ujian dalam kehidupannya. Ujian ini sebenarnya ada banyak arti, salah satunya sebagai sarana untuk naik tingkat keimanan sebagaimana anak sekolah untuk naiik jenjang harus melewati beberapa ujian mata pelajaran.
Ujian keimanan lebih rumit dan sulit dibandingkan dengan ujian-ujian apapun di dunia ini. Dia bisa berwujud kesulitan dalam mengarungi kehidupan, intimidasi yang mengancam nyawanya atau berupa godaan manisnya dunia. Hampir semua nabi, rasul dan pejuang risalah Allah bisa dipastikan melewati pahitnya perjalanan dakwah dengan dikucilkan, dihina, dicemooh, kesulitan makan, diancam untuk dibunuh. Tapi mereka lulus dan mampu melewatinya dengan selalu taqarub kepada Allah. Ujian-ujian seperti itu sebagai pemupuk keimanan, terasa sekali kedekatan dan pertolongan Allah.
Meskipun demikian banyak penerus dakwah masa kini yang tidak setegar mereka lagi. Banyak yang mengaku da'i dan mujahid tapi cengeng dan manja, jangankan hujan peluru hujan air saja sudah membuat kecut nyalinya. Jangankan diancam dibunuh, baru diisukan sebagai teroris sudah panas dingin. Kesulitan makan, uang dan masa depan mengakibatkan mereka banting setir untuk keluar dari barisan perjuangan.
Ujian yang berat lagi adalah kemewahan. Seolah kemewahan dan jalan-jalan kemudahan adalah isyarat dari Allah akan keperpihakan-Nya. Padahal itu adalah bagian dari ujian Allah. Masihkan manusia ingat kepada Allah, saat lapang, semua memuji dan mengagumi, jalan-jalan rizki yang mudah? Ternyata banyak orang beriman menjadi futur dan lalai karena terbuai dengan kemewahan. Sulit sekali untuk bangun shalat malam, berinfak juga harus berhitung 7 kali, shalat jamaah jarang-jarang karena kesibukan dengan dagangannya, memebca al-Qur'an dikalahkan dengan koran dan media-media maya yang menyajikan info cepat. Sehingga panggilan untuk dakwah dan mengurus keumatan dianggap angin lalu karena tidak membawa keuntungan dan menaikan pendapatannya.
Mereka mengukur keberhasilan dakwah dan keimanan adalah kekayaan. Seolah ketika sudah menjadi kaya dengan memiliki sebagaimana orang lain miliki seperti rumah, mobil, deposito dan emas berlian maka Allah berpihak kepadanya. Padahal kalau menilik sejarah para nabi, rasul, sahabat dan para pejuang Islam. Mereka ujung kehidupan bukan kemewahan dan memudahan, hartanya habis diinfakan untuk perjuangan. Harta warisan yang ditinggalkan oleh anak keturunan bukanlah tanah, rumah dan melimpahnya kekayaan tapi keimanan dan spirit keteladanan.
Keimanan harus teruji dengan segala bentuk ujian. Hanya dengan cara mendekat ibadah kepada Allah dan istiqomah adalah jalan untuk lulus dari ujian-ujian keimanan. Memaknai semua kejadian, musibah dan masalah yang menerpa adalah dalam rangka menguji keimanan kita untuk meningkat dan terus meningkat menjadi lebih baik lagi. Wallahu a'lam bish shawwab.
Baca juga yang ini :
- DI MANA PEMUDA MASA KINI?
- PENDIDIKAN KARAKTER ALA IBRAHIM (3)
- PENDIDIKAN KARAKTER ALA IBRAHIM (2)
- PENDIDIKAN KARAKTER ALA IBRAHIM (1)
- BERKURBAN BERMULA DARI HATI
