HIJRAH ORIENTASI HIDUP
Tahun baru Hijriyah bukan sekedar menyisakan cerita kosong atau hanya sebuah kalender biasa. Cerita-cerita sekitar hijrah Rasulullah mungkin sudah terlalu sering kita dengar sejak kecil dengan segala pernak-perniknya. Cerita itu berulang-ulang kita dengar, baca setiap peringatan 1 Muharam datang. Namun sedikit, yang bisa mengambil spirit dan ibrah dari hijrah Rasulullah dan para sahabatnya.
Memang Rasulullah pernah bersabda bahwa: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah - , tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar (- oleh imam untuk berjihad, -) maka keluarlah - yakni berangkatlah." (Muttafaq ‘alaih) ini hadist memang shoheh, secara fisik tidak perlu ada hijrah, karena saat itu Makkah sudah ditaklukan.
Oleh karenanya, Muhammad Abdullah al-Khâtib dalam bukunya : Min Fiqhil Hijrah menyimpulkan bahwa hanya hijrah dari Mekkah setelah peristiwa penaklukan kota Mekkah yang berakhir, sedangkan hijrah yang merupakan sunatullâh terus berlangsung, bahkan sampai hari kiamat.
Kesimpulan serupa, pernah disabdakan Rasulullah, sebagaimana diceritakan Abu Hindun al-Bajallî : "Ketika kami sedang duduk bersama Mu'âwiyah bin Abî Sufyân , sungguh beliau telah memicingkan kedua matanya karena mengantuk. Lalu kami bercerita mengenai hijrah, diantara kami ada yang mengatakan bahwa hijrah telah berakhir, dan lainnya mengatakan bahwa hijrah belum berakhir. Maka Mu'âwiyah pun terbangun seraya berkata : Apa yang sedang kalian bicarakan ?, maka kami memberitahukan kepadanya, lalu iapun mengatakan bahwa Rasulullâh berkata : Hijrah tidak akan berakhir sehingga berakhirnya taubat, dan taubat tidak akan berakhir sehingga matahari terbit dari sebelah barat. (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan lain-lain)
Dari beberapa hadist di atas, ada makna hijrah yang esensial bisa kita petik yaitu hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sekedar berpindah tempat tinggal dari tempat satu ke tempat yang lain. Artinya orientasi hidup yang harus dihijrahkan, tidak ada artinya hijrah ke Madinah atau ke Makkah, kalau tujuan hijrahnya hanya untuk dunia dan materi.
Hijrah berbeda dengan urbanisasi yaitu perpindahan dari kota ke kota lain, sebagaimana orang kampung yang ramai-ramai berpindah ke kota untuk mengadu nasib dan memperbaiki tingkat ekonomi. Bukan juga transmigrasi yaitu perpindahan dari pulau satu ke pulau yang lain, ini juga dengan motif yang sama untuk pemerataan tempat tinggal dan ekonomi. Migrasi juga sekedar dari negara ke negara lain.
Sebagaimana sabda Rasulullah:
"Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya .... Barangsiapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena kesenangan dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya." (HR Bukhari dan Muslim).
Orientasi hidup atau tujuan hidup yang seharusnya menjadi titik tekan dalam berhijrah. Sudahkah selama ini, tujuan hidup kita sudah sesuai dengan tujuan kita dihidupkan di dunia ini atau sesuai dengan harapan dari Sang Pemberi Hidup yaitu Allah swt.
Allah menegaskan dalam firman-Nya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku (Q.S. Ad-Dzariyat [51]: 56). Ayat ini sangat jelas untuk menginformasikan bahwa tujuan hidup ini hanya untuk beribadah kepada Allah. Bukan untuk menghamba kepada materi, nafsu atau inters pribadinya.
Kemudian ayat yang lain: "Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta Alam" (Q.S. Al-An'am [6]: 162). Ini bukan sekedar ikrar atau sumpah tapi lahir dari kesadaran kuat dan memiliki konskwensi berat untuk dunia akherat.
Orientasi hidup manusia di dunia ini secara nyata harus untuk Dzat pemberi hidup. Bukan dunia hanya untuk dunia, atau hidup untuk hidup. Jikalau kita tidak mengorientasikan hidup untuk Allah maka tetap juga akan menghadap kepada Allah untuk diminta pertanggungjawaban. Siap tidak siap dan mau tidak mau, pasti akan terjadi untuk menuju panggilan Allah yaitu kematian.
Hari ini, banyak manusia terbuai dengan gemerlapnya dunia yang sebenarnya penuh masalah. Seolah ada kesenangan tapi semu dan sementara. Menikmati hidup di dunia tapi melupakan Dzat pemberi Hidup dan Pencipta dunia. Mengejar kekayaan tapi lalai dengan Dzat Maha Kaya. Mengagumi indahnya alam semesta tapi tidak mengingat Dzat Pencipta Alam Semesta.
Inilah keanehan manusia, tidak seberapa kaya tapi ingin kekal di dunia. Kemudian yang miskin, mengapa tidak mengejar kekayaan abadi yaitu akherat? Yang terlilit banyak masalah koq hanya berkeluh kesah tidak mengasah doa dan ibadahnya kepada Dzat penyelesai masalah.
Baca juga yang ini :
- REVITALISASI FUNGSI MASJID
- MASJID DAN PERS
- HIDUP UNTUK MATI MENUJU HIDUP ABADI
- MENGHINDARKAN KATA"UMPATAN"
- PAHLAWAN KESIANGAN

22 November 2012 - 13:01:05 WIB
wacana yang bisa memberikan tambahan pengetahuan,,terim a kasih
16 November 2012 - 23:58:05 WIB
mantap juga nih gan informasinya... salam kenal saja.....