HIJRAH BUKAN DIMENSI EKONOMI
Spirit hijrah hanya dimiliki oleh orang-orang yang berfikir besar, berjiwa besar dan bercita-cita besar untuk sebuah perubahan. Sebab hijrah adalah peristiwa besar dengan resiko yang besar dan pengorbanan yang besar pula.
Hijrah yang berarti pindah atau meninggalkan tempat, budaya, tradisi, pikiran lama menuju pembaharuan. Keinginan ini tidak tiba-tiba ada dan tidak semua orang memiliki keberanian untuk hijrah. Terkadang ada keinginan tapi tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hijrah.
Pendorong adanya hijrah ada dua. Pertama realita kehidupan yang dihadapi tidak memungkinan untuk diubah atau mengubah dirinya menjadi lebih baik. Terkait dengan sistem dan tradisi yang mengakar. Kebanyakan orang sudah merasa mapan dan alergi dengan perubahan reformasi apalagi revolusi.
Contoh spektakuler dari lahirnya hijrah adalah Rasulullah dan para sahabatnya. Mereka meninggalkan Makkah karena tidak kondusif untuk mengembangkan dakwah Islam bahkan permusuhan dan intimidasi di luar batas yang mereka dapatkan. Masyarakat Quraisy sudah merasa nyaman dengan tradisi nenek moyang mereka.
Contoh hijrah sederhana adalah pemuda-pemuda kampung yang tidak memiliki sawah dan pendidikan yang layak. Mereka mengalami kesulitan untuk membangun ekonomi masa depannya dan masyarakat desa tidak memberi kesempatan untuk dirinya untuk berkembang karena dianggap sampah masyarakat. Akhirnya mereka hijrah atau urbanisasi ke kota atau trasmingrasi ke pulau lain untuk memperbaiki nasib.
Kemudian pendorong kedua adalah cita-cita besar. Idealisme untuk melakukan perubahan adalah energi yang mendorong mereka berani untuk berhijrah. Ada semacam bisikan illahi untuk bergerak bagai air mencari tempat yang siap menampung atau mengaplikasikan cita-cita tersebut. Mereka yakin bahwa dunia ini luas dan Allah pasti memberikan pertolongan kepada hamba-hamba yang memiliki tekad dan ikhtiar optimal.
Sebab banyak orang merasa sengsara di kampung halamannya tapi tidak memiliki tekad besar maka tetap saja menjadi pemuda kampung. Meninggalkan tanah kelahiran bukan pekerjaan mudah bagi orang-orang yang berjiwa kerdil. Orang China bisa menguasai ekonomi dunia karena konsep hijrah atau merantau ke seluruh pelosok dunia dengan membuat jaringan-jaringan ekonomi.
Anti kemapanan adalah awal dari lahirnya hijrah. Tidak akan pernah ada rasa dan cita-cita berhijrah ketika tidak ada kegelisahan melihat realita kehidupan. Orang-orang yang merasa mapan dan nyaman dengan lingkungan sekitarnya maka tidak akan muncul keinginan untuk berhijrah. Mereka berpandangan sempit tentang kehidupan yang hanya cukup dengan pemenuhan materi dan kesenangan-kesenangan dunia belaka.
Mengapa mereka tidak gelisah karena tidak memiliki cita-cita besar untuk melakukan perubahan. Cita-cita besar lahir karena memiliki keimanan dan pemahaman yang benar tentang agama. Keimanan itu selalu meronta untuk bisa mengaplikasikan konskwensi-konskwensi keimanan dengan beribadah dan muamalah berdasarkan keimanannya.
Maka wajar Rasulullah dan paa sahabat rela meninggalkan Makkah sebagai tempat kelahiran, harta, saudara untuk berhijrah ke Madinah. Meski taruhan nyawa dan masa depan yang tidak jelas. Mereka bermodalkan keimanan dan keberanian sehingga Allah-pun mempermudah dan mewujudkan janji-Nya bagi orang-orang yang mau berhijrah kepada-Nya.
Sekarang ini terlalu naif kalau berhijrah dimaknai sekedar untuk memperbaiki ekonomi. Merantau, berurbanisasi, bertransmigrasi hanya untuk sebuah materi. Meskipun itu kebutuhan dan ada kebenaran hasilnya. Tapi tujuan tersebut tidak mencatatkan nama dan amal kebaikan di akherat nanti dan cenderung menimbulkan banyak masalah. Contohnya pertentangan antara pendatang dan penduduk asli. Wallahu a'lam bish shawwab.
Baca juga yang ini :
- MENGHIJRAHKAN ORIENTASI HIDUP
- REVITALISASI FUNGSI MASJID
- MASJID DAN PERS
- HIDUP UNTUK MATI MENUJU HIDUP ABADI
- MENGHINDARKAN KATA"UMPATAN"